Selasa, September 01, 2009

Penyebaran Gultom Hutapea ke Pangaribuan

Penyebaran Keturunan Gultom Huta Pea ke Pangaribuan
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa Raja Urung Pardosi tidak ikut pulang ke P. Samosir bersama keluarganya, karena saat itu ia sedang menimba ilmu hadatuon di daerah Hatinggian.
Seperti layaknya seorang anak yang baru saja menyelesaikan sekolah, Raja Urung Pardosi hendak pulang ke rumah orang tuanya di Sibisa. Akan tetapi ia mendapati rumah orang tuanya kosong. Akhirnya bersama dua orang teman seperguruannya, yaitu Harianja dan Pakpahan, mereka berjalan terus. Dalam perjalanan itulah mereka menemukan burung Tekukur. Mereka berusaha menangkap burung itu dengan cara menyumpitnya, agar burung itu jatuh. Tetapi burung itu sulit sekali ditangkap sehingga tanpa disadari mereka terus mengikuti burung itu sampai hari gelap. Akhirnya mereka sampai di suatu daerah yang bernama Pangaribuan. Disana mereka ditampung oleh sebuah keluarga bermarga Pasaribu. Sebagai tuan rumah yang baik, Pasaribu berusaha melayani tamunya dengan baik. Pasaribu meminta sang istri untuk menyediakan makanan bagi para tamu. Akan tetapi si istri menginformasikan bahwa tidak ada lauk-pauk yang dapat disajikan. Pasaribu menjawab,"Huting ima seat". Akhirnya si istri menyembelih huting (kucing), dan mengolahnya menjadi makanan siap saji yang berupa tanggo-tanggo, sementara tamu-tamu mereka beristirahat. Setelah makanan siap disajikan, Pasaribu membangunkan tamu-tamunya, dan mempersilahkan mereka makan. Raja Urung Pardosi bertanya kepada teman-temannya, "Apa lauknya?". Yang dijawab oleh teman-temannya, "Tanya saja!". Karena mereka telah menimba ilmu hadatuon, mereka memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang bagi orang lain mustahil. Akhirnya Raja Urung Pardosi bertanya kepada tanggo-tanggo di meja makan,"Jika engkau ayam, berkokoklah!", namun tidak terjadi sesuatu. Raja Urung Pardosi bertanya kembali, "Jika engkau kambing, mengembiklah", namun tetap tidak terjadi sesuatu. Raja Urung Pardosi dan teman-temannya terus menyebutkan nama-nama hewan, namun tanggo-tanggo itu tetap tidak bersuara, sampai akhirnya salah seorang menyebutkan,"Jika engkau kucing, mengeonglah", akhirnya berloncatanlah kucing dari dalam piring tanggo-tanggo itu. Pasaribu yang melihat kejadian itu menjadi kaget, dan lari pontang-panting ketakutan. Ia mengira ketiga tamunya bukan manusia biasa. Seluruh kampung menjadi geger, dan akhirnya melarikan diri keluar dari daerah itu. Adapun ketiga orang itu, Raja Urung Pardosi, Harianja, dan Pakpahan, akhirnya menetap di daerah itu. Raja Urung Pardosi, yang digelari Datuk Tambun, ini menjadi keturunan Gultom pertama yang menetap di Pangaribuan.Ia memiliki empat orang anak, yaitu:
1. Namora so Suharon yang tinggal di desa Parlombuan
2. Baginda Raja, tinggal di desa Parsibarungan
3. Saribu Raja, tinggal di desa Batumanumpak
4. Pati Sabungan, tinggal di desa Batunadua
Selanjutnya penyebaran meluas ke daerah Sipirok, yang dimulai dari keturunan Saribu Raja. Saribu Raja memiliki dua orang anak yaitu, Namora Soaloon yang tetap tinggal di desa Batumanumpak (Makamnya terletak di Dolok Marsahit), , dan Babiat Galemun, yang kemudian tinggal di desa Simangambat, Sipirok.

(Disusun oleh Veronika Gultom, Nara Sumber: M.X Gultom, Sahrun Gultom, Founder Gultom Foundation)

4 komentar:

  1. Belum dapat menjelaskan kenapa nama daerahnya 'Pangaribuan'. 50 % mirip kejadiannya dgn asal usul patung Tukkon ni br Pangaribuan.

    BalasHapus
  2. Belum dapat menjelaskan kenapa nama daerahnya 'Pangaribuan'. 50 % mirip kejadiannya dgn asal usul patung Tukkon ni br Pangaribuan.

    BalasHapus
  3. 😢😢apakah semua hrs kita ketahui?

    BalasHapus
  4. Sangat benar harus semua kita ketahui supayajangan ada yang hilang trimakasih.

    BalasHapus